1.
Persediaan
merupakan salah satu aktiva yang paling aktif dalam operasi kegiatan perusahaan
dagang. Persediaan juga merupakan aktiva lancar terbesar dari perusahaan
manufaktur maupun dagang. Pengaruh persediaan terhadap laba lebih mudah
terlihat ketika kegiatan bisnis sedang berfluktuasi.
Persediaan
diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Persediaan barang
dagang
Barang yang ada digudang dibeli oleh pengecer
atau perusahaan dagang untuk dijual kembali. Barang yang diperoleh untuk dijual
kembali diperoleh secara fisik tidak diubah kembali, barang tersebut tetap
dalam bentuk yang yang telah jadi ketika meninggalkan pabrik pembuatnya.
Dalam beberapa hal dapat terjadi beberapa
komponen yang dibeli untuk kemudian dirakit menjadi barang jadi. Misalnya,
sepeda yang dirakit dari kerangka, roda gir dan sebagainya serta dijual
oleh pengecer sepeda adalah salah satu contoh.
b. Persediaan
manufaktur
1) Persediaan bahan baku
Barang
berwujud yang dibeli atau diperoleh dengan cara lain (misalnya dengan
menambang) dan disimpan untuk penggunaan langsung dalam membuat barang untuk
dijual kembali. Bagian dari suku cadang yang diproduksi sebelum digunakan
kadang-kadang diklasifikasikan sebagai persediaan komponen suku cadang.
2) Persediaan barang dalam
proses
Barang
yang membutuhkan proses lebih lanjut sebelum penyelesaian .
3) Barang jadi
Barang
yang sudah selesai diproses dan siap untuk dijual.
2. Jenis
Biaya Persediaan
1. Biaya penyimpanan
(holding cost atau carrying costs)
Artinya adalah biaya persediaan terdiri atas biaya-biaya yang
bervariasi secara langsung dengan kuantitas persediaan. Yang termasuk biaya
penyimpanan
diantaranya adalah :
a. Biaya fasilitas
(termasuk biaya penerangan, pendingin ruangan)
b. Biaya asuransi
persediaan
c. Biaya pajak
persediaan
d. Biaya pencurian,
pengrusakan, atau perampokan dan lain sebagainya
2. Biaya pemesanan
atau pembelian (ordering costs atau procurement costs)
Biaya-biaya ini
termasuk didalam biaya yang dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Pemrosesan pesanan
dan ekspedisi
b. Biaya telepon
c. Pengeluaran surat
menyurat
d. Biaya pengepakan
dan penimbangan
e. Biaya pengiriman ke
gudang dan lain sebagainya
3. Biaya penyiapan /
manufacturing (setup cost)
Hal ini terjadi
apabila bahan-bahan tidak dibeli, tetapi diproduksi sendiri (didalam pabrik)
perusahaan, perusahaan tersebut menghadapi biaya penyiapan (setup cost) untuk
memproduksi komponen tertentu. Adapun didalam biaya-biaya ini terdiri dari
seperti berikut:
a. Biaya mesin-mesin
menganggur
b. Biaya penyiapan
tenaga kerja langsung
c. Biaya penjadwalan
d. Biaya ekspedisi dan
lain sebagainya
4. Biaya kehabisan
atau kekurangan bahan (shortage costs)
Maksudnya adalah biaya
yang timbul apabila persediaan tidak mencukupi adanya permintaan bahan.
Biaya-biaya yang termasuk biaya kekurangan bahan adalah dapat dijelaskan
sebagai berikut :
a. Kehilangan penjualan
b. Kehilangan
pelanggan
c. Biaya pemesanan
khusus
d. Biaya ekspedisi
e. Selisih harga
f. Terganggunya
operasi
g. Tambahan
pengeluaran kegiatan manajerial dan lain sebagainya.
3.
Sistem
Pengendalian Persediaan:
1. Statistical Inventory
Control (Pengendalian Persediaan
Statistik)
Di dalam metode Statistical Inventory Control ini kita akan menggunakan ilmu matematika dan statistik sebagai alat bantu utama dalam memecahkan masalah kuantitatif dalam system persediaan. Metode ini berusaha mencari jawaban optimal dalam menentukan :
- Jumlah ukuran pemesanan dinamis (EOQ).
- Titik pemesanan kembali (Reorder Point).
- Jumlah cadangan pengaman (safety stock) yang diperlukan.
Ditinjau dari sejarah perkembangannya, metode secara formal diperkenalkan oleh Wilson pada tahun 1929 dengan mencoba mencari jawaban 2 pertanyaan dasar yaitu :
Di dalam metode Statistical Inventory Control ini kita akan menggunakan ilmu matematika dan statistik sebagai alat bantu utama dalam memecahkan masalah kuantitatif dalam system persediaan. Metode ini berusaha mencari jawaban optimal dalam menentukan :
- Jumlah ukuran pemesanan dinamis (EOQ).
- Titik pemesanan kembali (Reorder Point).
- Jumlah cadangan pengaman (safety stock) yang diperlukan.
Ditinjau dari sejarah perkembangannya, metode secara formal diperkenalkan oleh Wilson pada tahun 1929 dengan mencoba mencari jawaban 2 pertanyaan dasar yaitu :
·
Berapa jumlah barang yang harus dipesan
untuk setiap kali pemesanan ?
·
Kapan saat pemesanan harus dilakukan
?
Pengembangan
formula Wilson kemudian dkembangkan pada keadaan yang lebih realistik, terutama
untuk fenomena yang bersifat probabilistik. Hal ini kemudian memunculkan 2
metode dasar pengendalian persediaan yang bersifat probabilistik, yaitu:
·
Metode P, yaitu menganut aturan
bahwa saat pemesanan bersifat reguler mengikuti suatu periode yang tetap
(mingguan, bulanan, dsb), sedangkan kuatititas pemesanan akan berulang – ulang.
·
Metode Q, yaitu jumlah ukuran
pemesanan (kuantitas pemesanan) selalu tetap untuk setiap kali kita pesan,
sehingga saat pemesanan dilakukan akan bervariasi.
Pada dasarnya, metode ini berusaha mencari jawaban
optimal dalam menentukan Jumlah ukuran pemesanan dinamis (EOQ), titik pemesanan
kembali (Reorder Point), dan jumlah cadangan pengaman (safety stock) yang
diperlukan. Metode ini sering
juga disebut metode pengendalian tradisional, karena memberi dasar lahirnya
metode baru yang lebih modern.
Metode pengendalian persediaan secara statistik ini
biasanya digunakan untuk mengendalikan barang yang permintaannya bersifat bebas
(dependent) dan dikelola saling tidak bergantung. Yang dimaksud permintaan
bebas adalah permintaan yang hanya dipengaruhi mekanisme pasar sehingga bebas
dari fungsi operasi produk. Sebagai contoh adalah permintaan untuk barang jadi
dan suku cadang pengganti (spare part).
2. Material
Requirement Planning (Perencanaan
Kebutuhan Bahan Baku)
Metode MRP adalah suatu sistem informasi yang dirancang untuk mengendalikan persediaan bahan baku yang bersifat dependent demand (permintaan bergantung) atau permintaan turunan (derived demand) yang berperan penting dalam keputusan material atau bahan apa yang dibutuhkan, berapa banyak kebutuhannya, dan kapan waktu dibutuhkannya.
Metode pengendalian tradisional akan tidak efektif bila digunakan untuk permintaan yang bersifat tidak bebas (dependent). Yang dimaksud permintaan tidak bebas adalah permintaan yang tergantung kepada kebutuhan suatu komponen/material dengan komponen/material lainnya. Dengan kata lain, kebutuhan tidak bebas adalah kebutuhan yang tunduk pada fungsi operasi produksi.
Metode MRP adalah suatu sistem informasi yang dirancang untuk mengendalikan persediaan bahan baku yang bersifat dependent demand (permintaan bergantung) atau permintaan turunan (derived demand) yang berperan penting dalam keputusan material atau bahan apa yang dibutuhkan, berapa banyak kebutuhannya, dan kapan waktu dibutuhkannya.
Metode pengendalian tradisional akan tidak efektif bila digunakan untuk permintaan yang bersifat tidak bebas (dependent). Yang dimaksud permintaan tidak bebas adalah permintaan yang tergantung kepada kebutuhan suatu komponen/material dengan komponen/material lainnya. Dengan kata lain, kebutuhan tidak bebas adalah kebutuhan yang tunduk pada fungsi operasi produksi.
Metode MRP ini bersifat oriented, yang terdiri dari
sekumpulan prosedur, aturan – aturan keputusan dan seperangkat mekanisme
pencatatan yang dirancang untuk menjabarkan Jadual Induk Produksi (JIP). Dari
sejarahnya, penerapan MRP pertama kali digunakan pada industri logam tipe Job
Shop dimana tipe ini termasuk tipe yang paling suli untuk dikendalikan dalam
system manufaktur. Dengan demikian, kehadiran MRP sangat berarti dalam
meminimisasi investasi persediaan, memudahkan penyusunan jadwal kebutuhan
setiap komponen yang diperlukan dan sebagai alat pengendali produksi dan
persediaan. Dalam perkembangan selanjutnya, MRP dapat diterapkan juga pada
pengendalian persediaan dalam system manufaktur, baik untuk tipe Job Shop, tipe
produksi massal (mass production) maupun tipe lainnya.
3. Just In Time (Tepat Waktu)
3. Just In Time (Tepat Waktu)
Untuk
mengantisipasi permasalahan terkait bagaimana cara mengendalikan persediaan
yang berdampak pada efisiensi biaya persediaan, olehnya itu perlu adanya metode
persediaan yang benar dan tepat. Dalam sistem akuntansi persediaan, dikenal
dengan istilah Just in time method, yakni Suatu proses produksi yang
hanya akan memproduksi apabila sesuai permintaan atau order saja. Sebagai
akibatnya pemborosoan dapat dihilangkan dalam skala besar, yaitu berupa
perbaikan kualitas dan biaya produksi yang lebih rendah. Kedua hal tersebut
menjadikan perusahaan lebih bisa kompetitif. Tujuan utama Just In Time
sebenarnya adalah untuk meningkatkan laba dan posisi persaingan perusahaan yang
dicapai melalui usaha pengendalian biaya, peningkatan kualitas, serta perbaikan
kinerja dalam proses pengiriman.
Prinsip Dasar Just in Time
Konsep
dasar Just In Time sangat sederhana, yaitu berproduksi hanya apabila ada
permintaan atau dengan kata lain hanya memproduksi sesuatu yang diminta, pada
saat diminta, dan hanya sebesar kuantitas yang diminta. Prinsip dasar Just In
Time adalah peningkatan kemampuan perusahaan secara terus menerus untuk
merespon perubahan dengan memperkecil pemborosan. Terdapat empat aspek pokok
dalam konsep Just In Time yaitu:
1.
Menghilangkan semua aktifitas atau sumber-sumber yang tidak memberikan value
terhadap produk atau jasa yang dihasilkan
2. Menjaga
kualitas barang yang diproduksi
3. Mendorong
perbaikan berkesinambungan untuk meningkatkan efisiensi (continuous
improvement)
4. Menyederhanakan
aktivitas produksi dengan minimalisir biaya penyimpanan persediaan
Intinya
bahwa konsep just in time langsung di terapkan secara keseluruhan
dari persediaan itu, yakni mulai dari proses pembelian sampai dengan digunakan
untuk proses produksi barang. Perusahaan yang menggunakan pembelian Just
In Time akan dapat menekan hidden
cost yang berhubungan dengan menahan tingkat persediaan yang
tinggi. Biaya tersembunyi ini meliputi jumlah ruang penyimpanan yang lebih
besar dan biaya pemeliharaan persediaan digudang.
0 comments:
Post a Comment