Monday, November 11, 2019

MAKALAH “PENERAPAN HAM MENURUT VERSI BARAT DAN VERSI TIMUR”


Tugas Individu
Mata Kuliah : Kewarganegaraan
Dosen : Adam Rasid, S. Sos, M. Si

 PENERAPAN HAM MENURUT VERSI BARAT DAN VERSI TIMUR



OLEH :


EKSANTI RAHMI RAMADHANI
45215002
PRODI D4 ADMINISTRASI BISNIS



JURUSAN ADMINISTRASI NIAGA
POLITEKNIK NEGERI UJUNG PANDANG




BAB I

PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Hak merupakan unsur normatif yang melekat pada diri setiap manusia yang dalam penerapannya berada pada ruang lingkup hak persamaan dan hak kebebasan yang terkait dengan interaksinya antara individu atau dengan instansi. Hak juga merupakan sesuatu yang harus diperoleh. Masalah HAM adalah sesuatu hal yang sering kali dibicarakan dan dibahas terutama dalam era reformasi ini. HAM lebih dijunjung tinggi dan lebih diperhatikan dalam era reformasi dari pada era sebelum reformasi. Perlu diingat bahwa dalam hal pemenuhan hak, kita hidup tidak sendiri dan kita hidup bersosialisasi dengan orang lain. Jangan sampai kita melakukan pelanggaran HAM terhadap orang lain dalam usaha perolehan atau pemenuhan HAM pada diri kita sendiri.
Secara teoritis Hak Asasi Manusia adalah hak yang melekat pada diri manusia yang bersifat kodrati dan fundamental sebagai suatu anugerah Allah yang harus dihormati, dijaga, dan dilindungi. hakikat Hak Asasi Manusia sendiri adalah merupakan upaya menjaga keselamatan eksistensi manusia secara utuh melalui aksi keseimbangan antara kepentingan perseorangan dengan kepentingan umum. Begitu juga upaya menghormati, melindungi, dan menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia menjadi kewajiban dan tangung jawab bersama antara individu, pemeritah (Aparatur Pemerintahan baik Sipil maupun Militer), dan negara.






BAB II
PEMBAHASAN
A.    Penerapan HAM Menurut Versi Barat
Istilah hak asasi manusia baru muncul setelah Revolusi Perancis, dimana para tokoh borjuis berkoalisi dengan tokoh-tokoh gereja untuk merampas hak-hak rakyat yang telah mereka miliki sejak lahir. Akibat dari penindasan panjang yang dialami masyarakat Eropa dari kedua kaum ini, muncullah perlawanan rakyat dan yang akhirnya berhasil memaksa para raja mengakui aturan tentang hak asasi manusia.
Diantaranya adalah pengumuman hak asasi manusia dari Raja John kepada rakyat Inggris tahun 1216. Di Amerika pengumuman dilakukan tahun 1773. Hak asasi ini lalu diadopsi oleh tokoh-tokoh Revolusi Perancis dalam bentuk yang lebih jelas dan luas, serta dideklarasikan pada 26 Agustus 1789. Kemudian deklarasi Internasional mengenai hak-hak asasi manusia dikeluarkan pada Desember 1948.
Dalam perkembangan berikutnya terjadi perubahan dalam pemikiran mengenai hak asasi, antara lain karena terjadinya depresi besar sekitar tahun 1929  hingga 1934, yang melanda sebagian besar dunia. Depresi ini, yang mulai di Amerika dan kemudian menjalar ke hampir seluruh dunia, bredampak luas. Sebagian besar masyarakat tiba-tiba ditimpa pengangguran dan kemiskinan.
Dalam suasana itu presiden Amerika Serikat, Roosevlet pada 1941 merumuskan empat kebebasan, yaitu kebebasan berbicara dan menyatakan pendapat, kebebasan beragama, kebebasan dari ketakutan, dan kebebasan dari kemiskinan. Kemudian proses terjadinya negara kesejahteraan di negara-negara barat telah berjalan sebagai sesuatu yang sudah sewajarnya, tanpa secara formal mengacu pada rumusan internasional mengenai hak asasi ekonomi. Maka dari itu, tidak mengherankan jika banyak negara barat, terutama Amerika Serikat, berkeberatan jika hak-hak asasi manusia dibidang ekonomi terlalu ditonjolkan.   Sebaliknya, hak yang bersifat politik di negara-negara Eropa barat merupakan hasil perjuangan panjang melawan tirani, dan telah berhasil mewujudkan demokrasi dan gaya hidup yang cukup tangguh. Dapat dikatakan bahwa hak politik lebih berakar dalam tradisi masyarakat barat ketimbang hak ekonomi.
HAM menurut konsep Negara-negara Barat :
1)    Ingin meninggalkan konsep Negara yang mutlak.
2)    Ingin mendirikan federasi rakyat yang bebas.
3)    Filosofi dasar: hak asasi tertanam pada diri individu manusia.
4)    Hak asasi lebih dulu ada daripada tatanan Negara.
HAM versi barat terkandung dalam beberapa piagam diantaranya :
a.              MAGNA CARTA
Dimasa kesewenangan raja inggris yang bernama John Lackland. Waktu itu para bangsawan merasa tidak puas dan berhasil memaksa raja John untuk menandatangani perjanjian yang mereka namakan Magna Charta atau Piagam Agung. Namun piagam ini hanya memuat pembatasan kekuasaan raja dan hak asasi manusia lebih penting daripada kedaulatan raja. Tak seorang pun dari warga negara merdeka dapat ditahan atau dirampas harta kekayaannya atau diasingkan atau dengan cara apapun dirampas hak-haknya, kecuali berdasarkan pertimbangan hukum. Piagam Magna Charta itu menandakan kemenangan telah diraih sebab hak-hak tertentu yang prinsip telah diakui dan dijamin oleh pemerintah. Piagam tersebut menjadi lambang munculnya perlindungan terhadap hak-hak asasi karena ia mengajarkan bahwa hukum dan undang-undang derajatnya lebih tinggi daripada kekuasaan raja.



b.             PETITION OF RIGHTS
Pada dasarnya Petition of Rights berisi pertanyaan-pertanyaan mengenai hak-hak rakyat beserta jaminannya. Petisi ini diajukan oleh para bangsawan kepada raja di depan parlemen pada tahun 1628. Isinya secara garis besar menuntut hak-hak sebagai berikut :
a.       Pajak dan pungutan istimewa harus disertai persetujuan.
b.      Warga negara tidak boleh dipaksakan menerima tentara di rumahnya.
c.       Tentara tidak boleh menggunakan hukum perang dalam keadaan damai.

c.              HOBEAS CORPUS ACT
Hobeas Corpus Act adalah undang- undang yang mengatur tentang penahanan seseorang dibuat pada tahun 1679. Isinya adalah sebagai berikut :
a.       Seseorang yang ditahan segera diperiksa dalam waktu 2 hari setelah penahanan.
b.      Alasan penahanan seseorang harus disertai bukti yang sah menurut hukum.

d.             BILL OF RIGHTS
Bill of Rights merupakan undang-undang yang dicetuskan tahun 1689 dan diterima parlemen Inggris, yang isinya mengatur tentang :[3]
a.       Kebebasan dalam pemilihan anggota parlemen.
b.      Kebebasan berbicara dan mengeluarkan pendapat.
c.       Pajak, undang-undang dan pembentukan tentara tetap harus seizin parlemen.
d.      Hak warga Negara untuk memeluk agama menurut kepercayaan masing-masing.
e.       Parlemen berhak untuk mengubah keputusan raja.
Demikian juga muncul diamerika yang diilhami pemikiran filsuf John Locke (1632-1704) yang merumuskan hak-hak alam, seperti hak atas hidup, kebebasan, dan milik (life, liberty, and property), kemudian menjadi pegangan bagi rakyat Amerika sewaktu memberontak melawan penguasa Inggris pada tahun 1776 M. Pemikiran John Locke mengenai hak–hak dasar ini terlihat jelas dalam Deklarasi Kemerdekaan Amerika Serikat yang dikenal dengan DECLARATION OF INDEPENDENCE OF THE UNITED STATES.
Declaration of Independence di Amerika Serikat menempatkan Amerika sebagai negara yang memberi perlindungan dan jaminan hak-hak asasi manusia dalam konstitusinya, kendatipun secara resmi rakyat Perancis sudah lebih dulu memulainya sejak masa Rousseau. Kesemuanya atas jasa presiden Thomas Jefferson. Presiden Amerika Serikat lainnya yang terkenal sebagai “pendekar” hak asasi manusia adalah Abraham Lincoln, kemudian Woodrow Wilson dan Jimmy Carter. Amanat Presiden Flanklin D. Roosevelt tentang “empat kebebasan” yang diucapkannya di depan Kongres Amerika Serikat tanggal 6 Januari 1941 yakni :
a.       Kebebasan untuk berbicara dan melahirkan pikiran (freedom of speech and expression).
b.       Kebebasan memilih agama sesuai dengan keyakinan dan kepercayaannya (freedom of religion).
c.       Kebebasan dari rasa takut (freedom from fear).
d.       Kebebasan dari kekurangan dan kelaparan (freedom from want).

Terdapat berbagai klasifikasi yang berbeda mengenai hak asasi manusia menurut pemikiran barat, diantaranya :
1. Pembagian hak menurut hak materiil yang termasuk di dalamnya; hak keamanan, kehormatan dan pemilihan serta tempat tinggal, dan hak moril, yang termasuk di dalamnya: hak beragama, hak sosial dan berserikat.
2. Pembagian hak menjadi tiga: hak kebebasan kehidupan pribadi, hak kebebasan kehidupan rohani, dan hak kebebasan membentuk perkumpulan dan perserikatan. 
3. Pembagian hak menjadi dua: kebebasan negatif yang memebentuk ikatan-ikatan terhadap negara untuk kepentingan warga; kebebasan positif yang meliputi pelayanan negara kepada warganya.
Terdapat berbagai klasifikasi yang berbeda mengenai hak asasi manusia menurut pemikiran Barat. Pertama, pembagian hak menurut hak materiil yang termasuk di dalamnya; hak keamanan, kehormatan dan pemilihan serta tempat tinggal, dan hak moril, yang termasuk di dalamnya: hak beragama, hak sosial dan berserikat. Kedua, Pembagian hak menjadi tiga: hak kebebasan kehidupan pribadi, hak kebebasan kehidupan rohani, dan hak kebebasan membentuk perkumpulan dan perserikatan. Ketiga, Pembagian hak menjadi dua: kebebasan negatif yang memebentuk ikatan-ikatan terhadap negara untuk kepentingan warga; kebebasan positif yang meliputi pelayanan negara kepada warganya.
Negara-negara Barat, seperti Amerika, dengan paham Liberalismenya memungkinkan masyarakatnya untuk melakukan segala sesuatu dengan sebebas-bebasnya (peran swasta lebih dominan), sedangkan peran pemerintah sangat kecil dalam mengatur kehidupan bermasyarakat. Hal tersebut berdampak pada kondisi kehidupan masyarakatnya yang “kebablasan” pada beberapa sisi, seperti pergaulan bebas, persaingan bebas, dan sebagainya yang banyak menimbulkan masalah-masalah baru bagi sebagian masyarakat. Imbas lainnya dari paham Liberalisme adalah terhimpitnya kaum ekonomi lemah karena para pemilik modal (kaum kapitalis) memiliki kebebasan dalam melakukan investasi di berbagai sektor usaha.
HAM menurut versi Barat hanya melihat dari sisi larangan negara menyentuh hak-hak. Hak asasi dalam pandangan barat tidak dengan sendirinya mengharuskan negara memberi jaminan keamanan atau pendidikan, dan lain sebagainya. Akan tetapi untuk membendung pengaruh Sosialisme dan Komunisme, partai-partai politik di Barat mendesak agar negara ikut campur-tangan dalam memberi jaminan hak-hak asasi seperti untuk bekerja dan jaminan sosial.
Barat mendefinisikan HAM sebagai hak yang melekat pada diri setiap manusia sejak lahir secara alami tanpa ada kaitan sama sekali dengan ajaran agama apa pun. HAM dalam pandangan Barat murni merupakan hasil pemikiran dan penetapan akal semata, terlepas sama sekali dari dogma agama.
Definisi tersebut melepaskan ikatan HAM dari doktrin ajaran agama, sehingga norma-norma agama sama sekali tidak menjadi ukuran penting dalam terminologi HAM. Dengan makna HAM seperti ini, maka HAM sering dihadap-hadapkan dengan agama, sehingga HAM sering dipahami sebagai sesuatu yang bertentangan dengan ajaran agama. Bahkan karena HAM sering digunakan untuk mengkerdilkan agama, akhirnya HAM dianggap sebagai musuh agama.
Berdasarkan definisi tersebut pula, maka setiap manusia berhak untuk memenuhi kebutuhan biologisnya dengan melakukan aneka hubungan sex yang diinginkannya, sebagaimana setiap manusia berhak untuk makan dan minum apa saja yang disukainya. Karenanya, menurut Barat bahwa perzinahan dan LGBT (Lesbian, Gay, Bisexual dan Transgender) serta aneka penyimpangan sex lainnya, adalah merupakan HAM. Begitu pula mengkonsumsi makanan dan minuman haram, semuanya adalah HAM.
Selain itu, HAM dalam pandangan Barat tidak statis, tapi berubah-ubah tergantung penilaian akal yang dikuasai hawa nafsu terhadap situasi dan kondisi serta kepentingan, karena lepas dari doktrin agama sama sekali. Bisa jadi, sesuatu yang dianggap HAM pada saat ini, namun di kemudian hari tidak lagi dianggap sebagai HAM. Begitu pula sebaliknya, sesuatu yang tidak dianggap HAM pada saat ini, namun di kemudian hari bisa dianggap sebagai HAM.
Misalnya, saat ini mengkonsumsi khamar (miras) di Amerika Serikat dianggap sebagai HAM, bahkan menjadi gaya hidup modern. Padahal pada tahun 1919, pemerintah AS menganggap Miras bukan bagian HAM, bahkan AS menyatakan perang terhadap Miras dan melarangnya sama sekali. Saat itu pemerintah AS mengeluarkan Undang-Undang Anti Miras yang sosialisasinya menelan biaya US $ 60 ribu dan dana pelaksanaannya mencapai Rp.75 Milyar, sesuai dengan nilai mata uang di zaman itu. Dan menghabiskan 250 juta lembar kertas berbentuk selebaran.
Selama 14 tahun pemberlakuan UU Anti Miras di AS, telah dihukum mati sebanyak 300 orang peminum miras dan dihukum penjara sebanyak 532.335 orang. Tapi ternyata, masyarakat AS justru makin hobby meminum miras, yang pada akhirnya memaksa pemerintah mencabut UU Anti Miras pada tahun 1933 M, dan membebaskan miras sama sekali.
Nah, bisa jadi saat ini mengkonsumsi Narkoba dianggap musuh besar HAM di berbagai belahan dunia, namun di kemudian hari justru Narkoba dianggap sebagai HAM, bahkan gaya hidup masa depan, sebagaimana Kasus Miras. Gejala itu sudah mulai ada, misalnya sejak beberapa tahun lalu di Indonesia ada usulan dari Lingkar Ganja Nusantara kepada Badan Narkotik Nasional dan pemerintah serta DPR RI agar melegalisasi ganja.
Itulah sebabnya, HAM dalam pandangan Barat tidak memiliki kaidah dan batasan yang jelas, sehingga manakala definisi HAM mereka berbenturan dengan kepentingan mereka sendiri atau kemauan hawa nafsu mereka, maka mereka berlindung dibalik pengecualian-pengecualian atau ketentuan-ketentuan hukum khusus atau perubahan ketetapan Konvensi HAM.
Dunia Barat memaknai konsep HAM sematamata hanya bersifat antroposentris, di mana manusia merupakan ukuran terhadap segala sesuatu (segala sesuatu berpusat pada manusia), manusia dilihat sebagai pemilik sepenuhnya hak tersebut. HAM Barat bersumber peda pemikiran filosofis semata, karena ia sepenuhnya produk otak manusia. Berdasarkan atas pandangan yang bersifat anthroposentris tersebut, maka nilai-nilai utama dari kebudayaan Barat seperti demokrasi, institusi sosial sebagai perangkat yang mendukung tegaknya HAM, itu berorientasi kepada penghargaan kepada manusia. Dengan kata lain, manusia menjadi sasaran akhir dari pelaksanaan HAM tersebut.
HAM menurut versi Barat hanya melihat dari sisi larangan negara menyentuh hak-hak. Hak asasi dalam pandangan barat tidak dengan sendirinya mengharuskan negara memberi jaminan keamanan atau pendidikan, dan lain sebagainya. Akan tetapi untuk membendung pengaruh Sosialisme dan Komunisme, partai-partai politik di Barat mendesak agar negara ikut campur-tangan dalam memberi jaminan hak-hak asasi seperti untuk bekerja dan jaminan sosial.
Selain itu, HAM dalam perspektif Barat lebih mengutamakan hak dari pada kewajiban, karena itu, HAM dalam konsep Barat lebih terkesan individualistik. Dalam hal ini, penggunaan hak oleh seseorang kurang memperhatikan kewajiban memelihara hak-hak orang lain.
Gambaran tentang falsafah politik Barat yang dikemukakan dalam pandangan ini sebetulnya bersifat berat sebelah. Kalau kita mempelajari sejarah falsafah polirik Barat dari zaman Plato hingga zaman modern ini, maka kita akan menyadari bahwa kita tidak dapat menarik kesimpulan begitu saja bahwa falsafah Barat itu hanya mementingkan hak inidividu dan kebebasan, serta kurang memperhatikan kepentingan masyarakat. Dalam tradisi pemikiran politik Barat, ada pemikir-pemikir yang menggunakan kepentingan masyarakat dan ada pula yang lebih mementingkan individu berikut kebebasan dan hakhaknya.
Boleh dikatakan bahwa butir-butir sejarah pemikiran falsafah politik Barat
merupakan semacam rangkaian usaha untuk mencari keseimbangan antara kedua-duanya, yaitu kepentingan masyarakat di satu pihak dan hak individu di pihak lain,di mana tokoh – tokoh seperti Plato, Hobbes, dan Hegel misalnya, cenderung untuk memberi prioritas kepada kepentingan masyarakat, sedangkan tokoh-tokoh liberal seperti halnya Locke dan Mill lebih mementingkan hak individu. Tetapi yang jelas sama sekali tidak dapat dikatakan bahwasannya tokoh-tokoh pemikir Barat, yang paling liberal sekalipun, hanya mau memperhatikan kepentingan individu dan mengabaikan kepentingan masyarakat secara keseluruhan. Dalam karya klasiknya, yaitu on liberty, John Stuart Mill menetapkan politik pokok liberalisme. Menurut prinsip tersebut, individu adalah diberi kebebasan yang seluas-luasnya asalkan tidak merugikan kepentingan individu lain. Dengan demikian, kebebasan individu memang perlu dibatasi seandainya dalam penerapan atau pemanfaatannya bisa mengancam atau bisa merugikan kepentingan masyarakat umum yang pada hakikatnya terdiri dari “individu-individu lain” itu.
Meskipun demikian, tidak dapat dinafikan atau dipungkiri bahwa masyarakat Barat sangat menghargai hak-hak individu. Dalam system demokrasi yang diamalkan di Negara-negara Barat, baik individu untuk mengkritik pemerintah mesti dihormati. Oleh karena itu bukanlah hal yang luar biasa jika pemimpin-pemimpin politik termasuk kepala pemerintahan ataupun kepala Negara sendiri, dikritik, dikecam, disalahkan, atau bahkan dicaci maki di Koran , radio dan televise. Setiap orang menduduki posisi pemimpin atau pejabat seringkali dikritik secara terbuka. Menurut konsep Barat, kebebasan untuk mengkritik pemimpin ini sangat penting dalam sistem demokrasi, yakni untuk mencegah penyelewengan yang mungkin terjadi seandainya para pemimpin merasa tidak perlu atau tidak diwajibkan untuk memperhatikan pendapat umum.

B.     Penerapan HAM Menurut Versi Timur
Paham yang berkembang di negara-negara Timur (seperti di Uni Soviet dan RRC pada masa lalu) adalah komunisme. Dampak yang ditimbulkan oleh ideologi tersebut adalah berkebalikkan dengan apa yang ditimbulkan oleh Liberalisme. Hak-hak masyarakat diakui, namun tidak sepenuhnya dipedulikan oleh pemerintah. Peran pemerintah sangat dominan dalam mengatur berbagai aspek kehidupan. Pada praktik kehidupan bernegara, pemerintah bersikap otoriter dan tidak peduli terhadap aspirasi rakyat. Hal tersebut berdampak pada pembungkaman suara rakyat dan pers, sehingga mencukur demokrasi yang seharusnya menjadi hak rakyat.
Ideologi Timur (komunisme) yang menitikberatkan pada hak-hak ekonomi. Dalam HAM ideologi timur ini terlihat adanya upaya penyelarasan antara hak individu (hak sipil dan politik) dengan hak kolektif (hak ekonomi dan sosial) seperti hak untuk kehidupan yang layak dan mendapatkan pendidikan. Juga dicantumkan hak untuk mengatur kekayaan dan sumber-sumber nasional secara bebas sebagaimana tercantum dalam kedua kovenan tersebut.
Namun demikian, adanya pembedaan hak sipil dan hak politik dengan hak ekonomi dan sosial masih tetap menimbulkan persepsi yang berbeda-beda mengenai apa yang merupakan pelanggaran HAM. Negara-negara Barat berpendapat bahwa pelanggaran HAM hanya menyangkut pelanggaran hak sipil dan hak politik saja, khususnya yang berkaitan dengan hak dan kebebasan
Pemerintah RRC berpendapat bahwa hak asasi manusia sepatutnya mencakup kepuasan hidup dan kemajuan ekonomi. Dengan kata-kata berlainan, saat mengkaji dirinya, ia melihat kemajuan ekonomi dan kepuasan hidup rakyatnya sebagai meningkatkan situasi hak asasi manusianya, dan saat melihat situasi di negara-negara maju ia seringkali menotakan terdapat tingkat kriminalitas dan kemiskinan yang tinggi di tempat-tempat yang dikatakan mempunyai penghormatan terhadap hak asasi manusia yang tinggi. 
Hak asasi manusia menurut uni soviet berbeda dari konsepsi-konsep yang lazim di Barat. Dalam Uni Soviet, penekanan ditempatkan pada hak ekonomi dan sosial seperti akses ke perawatan kesehatan, gizi yang memadai, pendidikan di semua tingkatan, dan pekerjaan dijamin. Pemerintah Uni Soviet menganggap ini sebagai hak yang paling penting, tanpa yang politik dan hak-hak sipil yang berarti. 
Menurut pandangan Timur itu, pelaksanaan hak-hak asasi tidak dapat dipisahkan dari kebudayaan politik. Setiap Negara mempunyai tradisi dan kebudayaan sendiri sehingga apa yang dianggap baik dan biasa di suatu Negara belum tentu baik dan biasa di Negara lain. Menurut kebudayaan politik Timur, yang senantiasa mereka utamakan adalah kepentingan masyarakat secara keseluruhan, bukan hak individu. Pendekatan timur ini menjurus kepada konsep Negara yang integralistik (integralistic state) di mana setiap bagian masyarakat mempunyai fungsinya masing - masing. Pihak pemerintah mempunyai tugas dan kewajiban untuk memerintah Negara itu dengan adil dan membawa masyarakat ke arah keadaan aman dan makmur. Keharmonian sangat dihargai, sedangkan konflik dianggap sebagai sumber perpecahan dan hal-hal buruk lainnya.
Praktik di kebudayaan Timur yang sangat menghormati orang tua dan orang yang berpangkat tinggi. Kadang-kadang terkejut menonton wawancara televisi yang dilakukan wartawan Australia dengan pemimpin-pemimpin politik di mana sikap sang wartawan itu sangat "kurang ajar". Kebebasan untuk menghantam para pemimpin politik dan pejabat pemerintah secara terbuka dan langsung barangkali tidak diterima di banyak negara Asia karena dianggap sangat bertentangan dengan kebudayaan Timur. Meskipun demikian ini tidak berarti bahwa masyarakat Timur sama sekali tidak dibenarkan untuk mengkritik pemimpinnya. Tetapi caranya mesti sesuai dengan kebudayaan Timur. Jadi di dalam masyarakat timur pun kritikan terhadap pemimpin juga ada, hanya saja caranya lain. Walaupun mereka tidak boleh mencaci maki para pejabat pemerintah, namun para wartawan di Asia, termasuk juga yang dari Indonesia, pada umumnya sangat pandai mengejek para pemimpin politik mereka dengan caranya sendiri, yaitu secara halus dan tidak langsung.
Setelah negara-negara Timur – termasuk didalamnya negara Islam – berhasil memperoleh kemerdekaan, gerakan dekolonialisasi berubah arah, meninggalkan wilayah politik dan memasuki wilayah yang lebih luas, yakni kebudayaan. Agenda pokok dalam dekolonialisasi kebudayaan itu adalah apa yang secara retoris disebut oleh Bung Karno sebagai ‘nation building’ yakni upaya untuk membangun masyarakat dengan bertumpu pada kekhususan kultur yang berkembang secara indegenuous dalam masyarakat yang bersangukutan seraya menolak identitas yang dipaksakan dari luar terutama Barat.
Dalam menghadapi persoalan universalisme partikularisme, banyak negara di kawasan-kawasan regional mencoba mendefinisikan ulang hak asasi manusia atau HAM dengan mencoba menampung keragaman konsep-konsep lokal itu dalam konteksnya yang lebih umum dan universal. Di kawasan Asean misalnya pada tahun 1984 pernah dideklarasikan (deklarasi Bangkok) suatu pernyataan mengenai "Kewajiban-kewajiban dasar bagi masyarakat dan pemerintah di negara-negara ASEAN". Walaupun Deklarasi Bangkok tersebut menyebutkan hak-hak asasi manusia sebagai suatu konsep yang “universal” namun wakil Negara-negara Asia pada umumnya berpendapat bahwa konsep yang diperjuangkan oleh Negara-negara barat itu sebetulnya tidak “universal”, melainkan merupakan hasil kebudayaan politik barat dan pada dasarnya kurang sesuai unrtuk diterapkan begitu saja di Negara-negara Timur yang tengah menghadapi tantangan-tantangan ekonomi, social, dan politik yang sangat berbeda dengan apa yang dialami oleh Negara-negara Barat. Karena itu, deklarasi Bangkok menekankan pentingnya latar belakang sejarah, kebudayaan, dan agamadalam memahami dan melaksanakan konsep hak-hak asasi.
Di Timur, dalam hal ini Islam, memaknai konsep HAM lebih bersifat theosentris (segala sesuatu berpusat kepada Tuhan). Artinya, Islam lebih memihak hak Tuhan dari pada hak hak pribadi. Manusia dalam hal ini dilihat hanya sebagai makhluk yang dititipi hak-hak dasar dari Tuhan, bukan sebagai pemilik mutlak. Oleh karena itu, manusia wajib memeliharanya sesuai dengan aturan Tuhan. Penggunaan hak tersebut tidak boleh bertentangan dengan keinginan Tuhan.37 HAM dalam konsep Timur (Islam) jelas berorientasi theosentris, sehingga larangan dan perintah lebih didasarkan atas ajaran Islam yang bersumber dari al-Qur‟an dan Hadis. Disini al-Qur‟an menjadi transformasi dari kualitas kesadaran manusia. Manusia di perintah untuk hidup dan bekerja di dunia ini dengan kesadaran penuh bahwa ia harus menunjukan kepatuhannya kepada kehendak Allah. Mengakui hak-hak dari manusia adalah sebuah kewajiban dalam rangka kepatuhan kepada Allah.
HAM dalam perspektif Islam selain memperhatikan hak, juga mengutamakan kewajiban pada seseorang. Dalam Islam, penggunaan hakhak individual tidak boleh merugikan atau merusak HAM orang lain. Yang dimaksud dengan HAM disini adalah yang bertimbal balik dengan kewajiban asasi manusia (KAM). Artinya, setiap manusia selain memiliki hak asasi manusia, juga dibebani kewajiban asasi manusia yang harus dipenuhi, sehingga antara hak dan kewajiban
berjalan seimbang, yang pada giliranya memberi dimensi keharmonisan di dalam hidup individu, masyarakat, bangsa dan negara, bahkan antar negara.





















BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
            Tegasnya perbedaan antara Timur (Islam) dan Barat dalam memandang konsep HAM, yang pertama lebih bersifat religius (ketuhanan), sedangkan Barat lebih bersifat sekuler. Dunia barat berorientasi hanya kepada manusia (pribadi), maka pertanggungjawabannya juga kepada manusia semata. Sedangkan Islam, orientasinya kepada Tuhan, maka pertanggung-jawabannya selain kepada manusia juga kepada Tuhan Yang Maha Esa.
            Selain itu, perbedaan yang mendasar juga terlihat dari cara memandang terhadap HAM  itu sendiri. Di Barat, perhatian kepada individu-individu timbul dari pandangan-pandangan yang bersifat anthroposentris, sedangkan Islam, menganut pandangan yang bersifat theosentris.

B.     Saran
Sebagai makhluk sosial kita harus mampu mempertahankan dan memperjuangkan HAM kita sendiri. Di samping itu kita juga harus bisa menghormati dan menjaga HAM orang lain jangan sampai kita melakukan pelanggaran HAM. Dan jangan sampai pula HAM kita dilanggar dan diinjak-injak oleh orang lain.
Jadi dalam menjaga HAM kita harus mampu menyesuaikan dan mengimbangi antara HAM kita dengan orang lain. Dan kita juga harus membantu negara dalam mencari upaya untuk mengatasi atau menanggulangi adanya pelanggaran-pelanggaran HAM yang ada di Indonesia.




DAFTAR PUSTAKA








 






0 comments:

Post a Comment

Linkie ♥

Powered by Blogger.