Tugas Individu
Mata Kuliah : Kewarganegaraan
Dosen : Adam Rasid, S. Sos, M.
Si
“PENERAPAN
HAM MENURUT VERSI BARAT DAN VERSI TIMUR”
OLEH :
EKSANTI RAHMI RAMADHANI
45215002
PRODI D4 ADMINISTRASI BISNIS
JURUSAN ADMINISTRASI NIAGA
POLITEKNIK NEGERI UJUNG PANDANG
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Hak merupakan unsur normatif yang melekat pada diri
setiap manusia yang dalam penerapannya berada pada ruang lingkup hak persamaan
dan hak kebebasan yang terkait dengan interaksinya antara individu atau dengan
instansi. Hak juga merupakan sesuatu yang harus diperoleh. Masalah HAM adalah
sesuatu hal yang sering kali dibicarakan dan dibahas terutama dalam era
reformasi ini. HAM lebih dijunjung tinggi dan lebih diperhatikan dalam era
reformasi dari pada era sebelum reformasi. Perlu diingat bahwa dalam hal pemenuhan
hak, kita hidup tidak sendiri dan kita hidup bersosialisasi dengan orang lain.
Jangan sampai kita melakukan pelanggaran HAM terhadap orang lain dalam usaha
perolehan atau pemenuhan HAM pada diri kita sendiri.
Secara teoritis Hak Asasi Manusia adalah hak yang
melekat pada diri manusia yang bersifat kodrati dan fundamental sebagai suatu
anugerah Allah yang harus dihormati, dijaga, dan dilindungi. hakikat Hak Asasi
Manusia sendiri adalah merupakan upaya menjaga keselamatan eksistensi manusia
secara utuh melalui aksi keseimbangan antara kepentingan perseorangan dengan
kepentingan umum. Begitu juga upaya menghormati, melindungi, dan menjunjung
tinggi Hak Asasi Manusia menjadi kewajiban dan tangung jawab bersama antara
individu, pemeritah (Aparatur Pemerintahan baik Sipil maupun Militer), dan
negara.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Penerapan HAM Menurut Versi Barat
Istilah hak asasi manusia baru muncul
setelah Revolusi Perancis, dimana para tokoh borjuis berkoalisi dengan
tokoh-tokoh gereja untuk merampas hak-hak rakyat yang telah mereka miliki sejak
lahir. Akibat dari penindasan panjang yang dialami masyarakat Eropa dari kedua
kaum ini, muncullah perlawanan rakyat dan yang akhirnya berhasil memaksa para
raja mengakui aturan tentang hak asasi manusia.
Diantaranya adalah pengumuman hak asasi manusia dari
Raja John kepada rakyat Inggris tahun 1216. Di Amerika pengumuman dilakukan
tahun 1773. Hak asasi ini lalu diadopsi oleh tokoh-tokoh Revolusi Perancis
dalam bentuk yang lebih jelas dan luas, serta dideklarasikan pada 26 Agustus
1789. Kemudian deklarasi Internasional mengenai hak-hak asasi manusia
dikeluarkan pada Desember 1948.
Dalam perkembangan berikutnya terjadi perubahan dalam
pemikiran mengenai hak asasi, antara lain karena terjadinya depresi besar sekitar
tahun 1929 hingga 1934, yang melanda
sebagian besar dunia. Depresi ini, yang mulai di Amerika dan kemudian menjalar
ke hampir seluruh dunia, bredampak luas. Sebagian besar masyarakat tiba-tiba
ditimpa pengangguran dan kemiskinan.
Dalam suasana itu presiden Amerika Serikat, Roosevlet
pada 1941 merumuskan empat kebebasan, yaitu kebebasan berbicara dan menyatakan
pendapat, kebebasan beragama, kebebasan dari ketakutan, dan kebebasan dari
kemiskinan. Kemudian proses terjadinya negara kesejahteraan di negara-negara
barat telah berjalan sebagai sesuatu yang sudah sewajarnya, tanpa secara formal
mengacu pada rumusan internasional mengenai hak asasi ekonomi. Maka dari itu,
tidak mengherankan jika banyak negara barat, terutama Amerika Serikat,
berkeberatan jika hak-hak asasi manusia dibidang ekonomi terlalu
ditonjolkan. Sebaliknya, hak yang
bersifat politik di negara-negara Eropa barat merupakan hasil perjuangan
panjang melawan tirani, dan telah berhasil mewujudkan demokrasi dan gaya hidup
yang cukup tangguh. Dapat dikatakan bahwa hak politik lebih berakar dalam
tradisi masyarakat barat ketimbang hak ekonomi.
HAM menurut konsep Negara-negara Barat :
1) Ingin
meninggalkan konsep Negara yang mutlak.
2) Ingin
mendirikan federasi rakyat yang bebas.
3) Filosofi
dasar: hak asasi tertanam pada diri individu manusia.
4) Hak asasi
lebih dulu ada daripada tatanan Negara.
HAM versi barat terkandung dalam beberapa piagam
diantaranya :
a.
MAGNA CARTA
Dimasa
kesewenangan raja inggris yang bernama John Lackland. Waktu itu para bangsawan
merasa tidak puas dan berhasil memaksa raja John untuk menandatangani
perjanjian yang mereka namakan Magna Charta atau Piagam Agung. Namun piagam ini
hanya memuat pembatasan kekuasaan raja dan hak asasi manusia lebih penting
daripada kedaulatan raja. Tak seorang pun dari warga negara merdeka dapat
ditahan atau dirampas harta kekayaannya atau diasingkan atau dengan cara apapun
dirampas hak-haknya, kecuali berdasarkan pertimbangan hukum. Piagam Magna
Charta itu menandakan kemenangan telah diraih sebab hak-hak tertentu yang
prinsip telah diakui dan dijamin oleh pemerintah. Piagam tersebut menjadi
lambang munculnya perlindungan terhadap hak-hak asasi karena ia mengajarkan
bahwa hukum dan undang-undang derajatnya lebih tinggi daripada kekuasaan raja.
b.
PETITION OF RIGHTS
Pada dasarnya Petition of
Rights berisi pertanyaan-pertanyaan mengenai hak-hak rakyat beserta jaminannya.
Petisi ini diajukan oleh para bangsawan kepada raja di depan parlemen pada
tahun 1628. Isinya secara garis besar menuntut hak-hak sebagai berikut :
a. Pajak dan pungutan istimewa harus disertai
persetujuan.
b. Warga negara tidak boleh dipaksakan menerima tentara
di rumahnya.
c. Tentara tidak boleh menggunakan hukum perang dalam
keadaan damai.
c.
HOBEAS CORPUS ACT
Hobeas Corpus Act adalah undang- undang yang mengatur tentang penahanan
seseorang dibuat pada tahun 1679. Isinya adalah sebagai berikut :
a. Seseorang yang ditahan segera diperiksa dalam waktu 2
hari setelah penahanan.
b. Alasan penahanan seseorang harus disertai bukti yang
sah menurut hukum.
d.
BILL OF RIGHTS
Bill of Rights merupakan undang-undang yang dicetuskan tahun 1689 dan
diterima parlemen Inggris, yang isinya mengatur tentang :[3]
a. Kebebasan dalam pemilihan anggota parlemen.
b. Kebebasan berbicara dan mengeluarkan pendapat.
c. Pajak, undang-undang dan pembentukan tentara tetap
harus seizin parlemen.
d. Hak warga Negara untuk memeluk agama menurut
kepercayaan masing-masing.
e. Parlemen berhak untuk mengubah keputusan raja.
Demikian juga muncul diamerika yang diilhami pemikiran filsuf John Locke
(1632-1704) yang merumuskan hak-hak alam, seperti hak atas hidup, kebebasan,
dan milik (life, liberty, and property), kemudian menjadi pegangan bagi rakyat
Amerika sewaktu memberontak melawan penguasa Inggris pada tahun 1776 M.
Pemikiran John Locke mengenai hak–hak dasar ini terlihat jelas dalam Deklarasi
Kemerdekaan Amerika Serikat yang dikenal dengan DECLARATION OF INDEPENDENCE OF
THE UNITED STATES.
Declaration of Independence di Amerika Serikat menempatkan Amerika sebagai
negara yang memberi perlindungan dan jaminan hak-hak asasi manusia dalam
konstitusinya, kendatipun secara resmi rakyat Perancis sudah lebih dulu
memulainya sejak masa Rousseau. Kesemuanya atas jasa presiden Thomas Jefferson.
Presiden Amerika Serikat lainnya yang terkenal sebagai “pendekar” hak asasi
manusia adalah Abraham Lincoln, kemudian Woodrow Wilson dan Jimmy Carter.
Amanat Presiden Flanklin D. Roosevelt tentang “empat kebebasan” yang
diucapkannya di depan Kongres Amerika Serikat tanggal 6 Januari 1941 yakni :
a.
Kebebasan untuk berbicara dan melahirkan pikiran (freedom of speech and
expression).
b.
Kebebasan memilih agama sesuai dengan keyakinan dan kepercayaannya (freedom
of religion).
c.
Kebebasan dari rasa takut (freedom from fear).
d.
Kebebasan dari kekurangan dan kelaparan (freedom from want).
Terdapat berbagai klasifikasi yang berbeda mengenai
hak asasi manusia menurut pemikiran barat, diantaranya :
1.
Pembagian hak menurut hak materiil yang termasuk di dalamnya; hak keamanan,
kehormatan dan pemilihan serta tempat tinggal, dan hak moril, yang termasuk di
dalamnya: hak beragama, hak sosial dan berserikat.
2.
Pembagian hak menjadi tiga: hak kebebasan kehidupan pribadi, hak kebebasan
kehidupan rohani, dan hak kebebasan membentuk perkumpulan dan
perserikatan.
3.
Pembagian hak menjadi dua: kebebasan negatif yang memebentuk ikatan-ikatan
terhadap negara untuk kepentingan warga; kebebasan positif yang meliputi
pelayanan negara kepada warganya.
Terdapat berbagai klasifikasi yang berbeda mengenai
hak asasi manusia menurut pemikiran Barat. Pertama, pembagian hak menurut hak
materiil yang termasuk di dalamnya; hak keamanan, kehormatan dan pemilihan
serta tempat tinggal, dan hak moril, yang termasuk di dalamnya: hak beragama,
hak sosial dan berserikat. Kedua, Pembagian hak menjadi tiga: hak kebebasan
kehidupan pribadi, hak kebebasan kehidupan rohani, dan hak kebebasan membentuk
perkumpulan dan perserikatan. Ketiga, Pembagian hak menjadi dua: kebebasan
negatif yang memebentuk ikatan-ikatan terhadap negara untuk kepentingan warga;
kebebasan positif yang meliputi pelayanan negara kepada warganya.
Negara-negara Barat, seperti Amerika, dengan paham
Liberalismenya memungkinkan masyarakatnya untuk melakukan segala sesuatu dengan
sebebas-bebasnya (peran swasta lebih dominan), sedangkan peran pemerintah
sangat kecil dalam mengatur kehidupan bermasyarakat. Hal tersebut berdampak
pada kondisi kehidupan masyarakatnya yang “kebablasan” pada beberapa sisi, seperti
pergaulan bebas, persaingan bebas, dan sebagainya yang banyak menimbulkan
masalah-masalah baru bagi sebagian masyarakat. Imbas lainnya dari paham
Liberalisme adalah terhimpitnya kaum ekonomi lemah karena para pemilik modal
(kaum kapitalis) memiliki kebebasan dalam melakukan investasi di berbagai
sektor usaha.
HAM menurut versi Barat hanya melihat dari sisi
larangan negara menyentuh hak-hak. Hak asasi dalam pandangan barat tidak dengan
sendirinya mengharuskan negara memberi jaminan keamanan atau pendidikan, dan
lain sebagainya. Akan tetapi untuk membendung pengaruh Sosialisme dan
Komunisme, partai-partai politik di Barat mendesak agar negara ikut
campur-tangan dalam memberi jaminan hak-hak asasi seperti untuk bekerja dan
jaminan sosial.
Barat mendefinisikan HAM sebagai hak yang melekat pada
diri setiap manusia sejak lahir secara alami tanpa ada kaitan sama sekali
dengan ajaran agama apa pun. HAM dalam pandangan Barat murni merupakan hasil
pemikiran dan penetapan akal semata, terlepas sama sekali dari dogma agama.
Definisi tersebut melepaskan ikatan HAM dari doktrin
ajaran agama, sehingga norma-norma agama sama sekali tidak menjadi ukuran
penting dalam terminologi HAM. Dengan makna HAM seperti ini, maka HAM sering
dihadap-hadapkan dengan agama, sehingga HAM sering dipahami sebagai sesuatu
yang bertentangan dengan ajaran agama. Bahkan karena HAM sering digunakan untuk
mengkerdilkan agama, akhirnya HAM dianggap sebagai musuh agama.
Berdasarkan definisi tersebut pula, maka setiap
manusia berhak untuk memenuhi kebutuhan biologisnya dengan melakukan aneka
hubungan sex yang diinginkannya, sebagaimana setiap manusia berhak untuk makan
dan minum apa saja yang disukainya. Karenanya, menurut Barat bahwa perzinahan
dan LGBT (Lesbian, Gay, Bisexual dan Transgender) serta aneka penyimpangan sex
lainnya, adalah merupakan HAM. Begitu pula mengkonsumsi makanan dan minuman
haram, semuanya adalah HAM.
Selain itu, HAM dalam pandangan Barat tidak statis,
tapi berubah-ubah tergantung penilaian akal yang dikuasai hawa nafsu terhadap
situasi dan kondisi serta kepentingan, karena lepas dari doktrin agama sama
sekali. Bisa jadi, sesuatu yang dianggap HAM pada saat ini, namun di kemudian
hari tidak lagi dianggap sebagai HAM. Begitu pula sebaliknya, sesuatu yang
tidak dianggap HAM pada saat ini, namun di kemudian hari bisa dianggap sebagai
HAM.
Misalnya, saat ini mengkonsumsi khamar (miras) di
Amerika Serikat dianggap sebagai HAM, bahkan menjadi gaya hidup modern. Padahal
pada tahun 1919, pemerintah AS menganggap Miras bukan bagian HAM, bahkan AS
menyatakan perang terhadap Miras dan melarangnya sama sekali. Saat itu
pemerintah AS mengeluarkan Undang-Undang Anti Miras yang sosialisasinya menelan
biaya US $ 60 ribu dan dana pelaksanaannya mencapai Rp.75 Milyar, sesuai dengan
nilai mata uang di zaman itu. Dan menghabiskan 250 juta lembar kertas berbentuk
selebaran.
Selama 14 tahun pemberlakuan UU Anti Miras di AS,
telah dihukum mati sebanyak 300 orang peminum miras dan dihukum penjara
sebanyak 532.335 orang. Tapi ternyata, masyarakat AS justru makin hobby meminum
miras, yang pada akhirnya memaksa pemerintah mencabut UU Anti Miras pada tahun
1933 M, dan membebaskan miras sama sekali.
Nah, bisa jadi saat ini mengkonsumsi Narkoba dianggap
musuh besar HAM di berbagai belahan dunia, namun di kemudian hari justru
Narkoba dianggap sebagai HAM, bahkan gaya hidup masa depan, sebagaimana Kasus
Miras. Gejala itu sudah mulai ada, misalnya sejak beberapa tahun lalu di
Indonesia ada usulan dari Lingkar Ganja Nusantara kepada Badan Narkotik
Nasional dan pemerintah serta DPR RI agar melegalisasi ganja.
Itulah sebabnya, HAM dalam pandangan Barat tidak
memiliki kaidah dan batasan yang jelas, sehingga manakala definisi HAM mereka
berbenturan dengan kepentingan mereka sendiri atau kemauan hawa nafsu mereka,
maka mereka berlindung dibalik pengecualian-pengecualian atau
ketentuan-ketentuan hukum khusus atau perubahan ketetapan Konvensi HAM.
Dunia Barat memaknai konsep HAM sematamata hanya
bersifat antroposentris, di mana manusia merupakan ukuran terhadap segala
sesuatu (segala sesuatu berpusat pada manusia), manusia dilihat sebagai pemilik
sepenuhnya hak tersebut. HAM Barat bersumber peda pemikiran filosofis semata,
karena ia sepenuhnya produk otak manusia. Berdasarkan atas pandangan yang
bersifat anthroposentris tersebut, maka nilai-nilai utama dari kebudayaan Barat
seperti demokrasi, institusi sosial sebagai perangkat yang mendukung tegaknya
HAM, itu berorientasi kepada penghargaan kepada manusia. Dengan kata lain,
manusia menjadi sasaran akhir dari pelaksanaan HAM tersebut.
HAM menurut versi Barat hanya melihat dari sisi
larangan negara menyentuh hak-hak. Hak asasi dalam pandangan barat tidak dengan
sendirinya mengharuskan negara memberi jaminan keamanan atau pendidikan, dan
lain sebagainya. Akan tetapi untuk membendung pengaruh Sosialisme dan
Komunisme, partai-partai politik di Barat mendesak agar negara ikut
campur-tangan dalam memberi jaminan hak-hak asasi seperti untuk bekerja dan
jaminan sosial.
Selain itu, HAM dalam perspektif Barat lebih mengutamakan
hak dari pada kewajiban, karena itu, HAM dalam konsep Barat lebih terkesan individualistik.
Dalam hal ini, penggunaan hak oleh seseorang kurang memperhatikan kewajiban
memelihara hak-hak orang lain.
Gambaran tentang falsafah politik Barat yang
dikemukakan dalam pandangan ini sebetulnya bersifat berat sebelah. Kalau kita
mempelajari sejarah falsafah polirik Barat dari zaman Plato hingga zaman modern
ini, maka kita akan menyadari bahwa kita tidak dapat menarik kesimpulan begitu
saja bahwa falsafah Barat itu hanya mementingkan hak inidividu dan kebebasan,
serta kurang memperhatikan kepentingan masyarakat. Dalam tradisi pemikiran
politik Barat, ada pemikir-pemikir yang menggunakan kepentingan masyarakat dan
ada pula yang lebih mementingkan individu berikut kebebasan dan hakhaknya.
Boleh dikatakan bahwa butir-butir sejarah pemikiran
falsafah politik Barat
merupakan
semacam rangkaian usaha untuk mencari keseimbangan antara kedua-duanya, yaitu
kepentingan masyarakat di satu pihak dan hak individu di pihak lain,di mana
tokoh – tokoh seperti Plato, Hobbes, dan Hegel misalnya, cenderung untuk
memberi prioritas kepada kepentingan masyarakat, sedangkan tokoh-tokoh liberal
seperti halnya Locke dan Mill lebih mementingkan hak individu. Tetapi yang
jelas sama sekali tidak dapat dikatakan bahwasannya tokoh-tokoh pemikir Barat,
yang paling liberal sekalipun, hanya mau memperhatikan kepentingan individu dan
mengabaikan kepentingan masyarakat secara keseluruhan. Dalam karya klasiknya,
yaitu on liberty, John Stuart Mill menetapkan politik pokok liberalisme.
Menurut prinsip tersebut, individu adalah diberi kebebasan yang seluas-luasnya
asalkan tidak merugikan kepentingan individu lain. Dengan demikian, kebebasan
individu memang perlu dibatasi seandainya dalam penerapan atau pemanfaatannya
bisa mengancam atau bisa merugikan kepentingan masyarakat umum yang pada
hakikatnya terdiri dari “individu-individu lain” itu.
Meskipun demikian, tidak dapat dinafikan atau
dipungkiri bahwa masyarakat Barat sangat menghargai hak-hak individu. Dalam
system demokrasi yang diamalkan di Negara-negara Barat, baik individu untuk
mengkritik pemerintah mesti dihormati. Oleh karena itu bukanlah hal yang luar
biasa jika pemimpin-pemimpin politik termasuk kepala pemerintahan ataupun
kepala Negara sendiri, dikritik, dikecam, disalahkan, atau bahkan dicaci maki
di Koran , radio dan televise. Setiap orang menduduki posisi pemimpin atau pejabat
seringkali dikritik secara terbuka. Menurut konsep Barat, kebebasan untuk mengkritik
pemimpin ini sangat penting dalam sistem demokrasi, yakni untuk mencegah penyelewengan
yang mungkin terjadi seandainya para pemimpin merasa tidak perlu atau tidak
diwajibkan untuk memperhatikan pendapat umum.
B.
Penerapan HAM Menurut Versi Timur
Paham yang berkembang di negara-negara Timur (seperti
di Uni Soviet dan RRC pada masa lalu) adalah komunisme. Dampak yang ditimbulkan
oleh ideologi tersebut adalah berkebalikkan dengan apa yang ditimbulkan oleh
Liberalisme. Hak-hak masyarakat diakui, namun tidak sepenuhnya dipedulikan oleh
pemerintah. Peran pemerintah sangat dominan dalam mengatur berbagai aspek
kehidupan. Pada praktik kehidupan bernegara, pemerintah bersikap otoriter dan
tidak peduli terhadap aspirasi rakyat. Hal tersebut berdampak pada pembungkaman
suara rakyat dan pers, sehingga mencukur demokrasi yang seharusnya menjadi hak
rakyat.
Ideologi Timur (komunisme) yang menitikberatkan pada
hak-hak ekonomi. Dalam HAM ideologi timur ini terlihat adanya upaya
penyelarasan antara hak individu (hak sipil dan politik) dengan hak kolektif
(hak ekonomi dan sosial) seperti hak untuk kehidupan yang layak dan mendapatkan
pendidikan. Juga dicantumkan hak untuk mengatur kekayaan dan sumber-sumber
nasional secara bebas sebagaimana tercantum dalam kedua kovenan tersebut.
Namun demikian, adanya pembedaan hak sipil dan hak
politik dengan hak ekonomi dan sosial masih tetap menimbulkan persepsi yang
berbeda-beda mengenai apa yang merupakan pelanggaran HAM. Negara-negara Barat
berpendapat bahwa pelanggaran HAM hanya menyangkut pelanggaran hak sipil dan
hak politik saja, khususnya yang berkaitan dengan hak dan kebebasan
Pemerintah RRC berpendapat bahwa hak asasi manusia
sepatutnya mencakup kepuasan hidup dan kemajuan ekonomi. Dengan kata-kata
berlainan, saat mengkaji dirinya, ia melihat kemajuan ekonomi dan kepuasan
hidup rakyatnya sebagai meningkatkan situasi hak asasi manusianya, dan saat
melihat situasi di negara-negara maju ia seringkali menotakan terdapat tingkat
kriminalitas dan kemiskinan yang tinggi di tempat-tempat yang dikatakan mempunyai
penghormatan terhadap hak asasi manusia yang tinggi.
Hak asasi manusia menurut uni soviet berbeda dari
konsepsi-konsep yang lazim di Barat. Dalam Uni Soviet, penekanan ditempatkan
pada hak ekonomi dan sosial seperti akses ke perawatan kesehatan, gizi yang
memadai, pendidikan di semua tingkatan, dan pekerjaan dijamin. Pemerintah
Uni Soviet menganggap ini sebagai hak yang paling penting, tanpa yang politik
dan hak-hak sipil yang berarti.
Menurut pandangan Timur itu, pelaksanaan hak-hak asasi
tidak dapat dipisahkan dari kebudayaan politik. Setiap Negara mempunyai tradisi
dan kebudayaan sendiri sehingga apa yang dianggap baik dan biasa di suatu
Negara belum tentu baik dan biasa di Negara lain. Menurut kebudayaan politik
Timur, yang senantiasa mereka utamakan adalah kepentingan masyarakat secara
keseluruhan, bukan hak individu. Pendekatan timur ini menjurus kepada konsep
Negara yang integralistik (integralistic state) di mana setiap bagian
masyarakat mempunyai fungsinya masing - masing. Pihak pemerintah mempunyai
tugas dan kewajiban untuk memerintah Negara itu dengan adil dan membawa
masyarakat ke arah keadaan aman dan makmur. Keharmonian sangat dihargai,
sedangkan konflik dianggap sebagai sumber perpecahan dan hal-hal buruk lainnya.
Praktik di kebudayaan Timur yang sangat menghormati
orang tua dan orang yang berpangkat tinggi. Kadang-kadang terkejut menonton wawancara
televisi yang dilakukan wartawan Australia dengan pemimpin-pemimpin politik di
mana sikap sang wartawan itu sangat "kurang ajar". Kebebasan untuk menghantam
para pemimpin politik dan pejabat pemerintah secara terbuka dan langsung barangkali
tidak diterima di banyak negara Asia karena dianggap sangat bertentangan dengan
kebudayaan Timur. Meskipun demikian ini tidak berarti bahwa masyarakat Timur sama
sekali tidak dibenarkan untuk mengkritik pemimpinnya. Tetapi caranya mesti sesuai
dengan kebudayaan Timur. Jadi di dalam masyarakat timur pun kritikan terhadap pemimpin
juga ada, hanya saja caranya lain. Walaupun mereka tidak boleh mencaci maki para
pejabat pemerintah, namun para wartawan di Asia, termasuk juga yang dari Indonesia,
pada umumnya sangat pandai mengejek para pemimpin politik mereka dengan caranya
sendiri, yaitu secara halus dan tidak langsung.
Setelah negara-negara Timur – termasuk didalamnya
negara Islam – berhasil memperoleh kemerdekaan, gerakan dekolonialisasi berubah
arah, meninggalkan wilayah politik dan memasuki wilayah yang lebih luas, yakni
kebudayaan. Agenda pokok dalam dekolonialisasi kebudayaan itu adalah apa yang
secara retoris disebut oleh Bung Karno sebagai ‘nation building’ yakni upaya
untuk membangun masyarakat dengan bertumpu pada kekhususan kultur yang
berkembang secara indegenuous dalam masyarakat yang bersangukutan seraya
menolak identitas yang dipaksakan dari luar terutama Barat.
Dalam
menghadapi persoalan universalisme partikularisme, banyak negara di kawasan-kawasan
regional mencoba mendefinisikan ulang hak asasi manusia atau HAM dengan mencoba
menampung keragaman konsep-konsep lokal itu dalam konteksnya yang lebih umum
dan universal. Di kawasan Asean misalnya pada tahun 1984 pernah dideklarasikan
(deklarasi Bangkok) suatu pernyataan mengenai "Kewajiban-kewajiban dasar
bagi masyarakat dan pemerintah di negara-negara ASEAN". Walaupun Deklarasi
Bangkok tersebut menyebutkan hak-hak asasi manusia sebagai suatu konsep yang
“universal” namun wakil Negara-negara Asia pada umumnya berpendapat bahwa konsep
yang diperjuangkan oleh Negara-negara barat itu sebetulnya tidak “universal”, melainkan
merupakan hasil kebudayaan politik barat dan pada dasarnya kurang sesuai unrtuk
diterapkan begitu saja di Negara-negara Timur yang tengah menghadapi tantangan-tantangan
ekonomi, social, dan politik yang sangat berbeda dengan apa yang dialami oleh
Negara-negara Barat. Karena itu, deklarasi Bangkok menekankan pentingnya latar
belakang sejarah, kebudayaan, dan agamadalam memahami dan melaksanakan konsep
hak-hak asasi.
Di
Timur, dalam hal ini Islam, memaknai konsep HAM lebih bersifat theosentris
(segala sesuatu berpusat kepada Tuhan). Artinya, Islam lebih memihak hak Tuhan
dari pada hak hak pribadi. Manusia dalam hal ini dilihat hanya sebagai makhluk
yang dititipi hak-hak dasar dari Tuhan, bukan sebagai pemilik mutlak. Oleh
karena itu, manusia wajib memeliharanya sesuai dengan aturan Tuhan. Penggunaan
hak tersebut tidak boleh bertentangan dengan keinginan Tuhan.37 HAM dalam
konsep Timur (Islam) jelas berorientasi theosentris, sehingga larangan dan
perintah lebih didasarkan atas ajaran Islam yang bersumber dari al-Qur‟an dan
Hadis. Disini al-Qur‟an menjadi transformasi dari kualitas kesadaran manusia.
Manusia di perintah untuk hidup dan bekerja di dunia ini dengan kesadaran penuh
bahwa ia harus menunjukan kepatuhannya kepada kehendak Allah. Mengakui hak-hak
dari manusia adalah sebuah kewajiban dalam rangka kepatuhan kepada Allah.
HAM
dalam perspektif Islam selain memperhatikan hak, juga mengutamakan kewajiban
pada seseorang. Dalam Islam, penggunaan hakhak individual tidak boleh merugikan
atau merusak HAM orang lain. Yang dimaksud dengan HAM disini adalah yang
bertimbal balik dengan kewajiban asasi manusia (KAM). Artinya, setiap manusia
selain memiliki hak asasi manusia, juga dibebani kewajiban asasi manusia yang
harus dipenuhi, sehingga antara hak dan kewajiban
berjalan seimbang,
yang pada giliranya memberi dimensi keharmonisan di dalam
hidup individu, masyarakat, bangsa dan negara, bahkan antar negara.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tegasnya
perbedaan antara Timur (Islam) dan Barat dalam memandang konsep HAM, yang
pertama lebih bersifat religius (ketuhanan), sedangkan Barat lebih bersifat
sekuler. Dunia barat berorientasi hanya kepada manusia (pribadi), maka
pertanggungjawabannya juga kepada manusia semata. Sedangkan Islam, orientasinya
kepada Tuhan, maka pertanggung-jawabannya selain kepada manusia juga kepada
Tuhan Yang Maha Esa.
Selain itu, perbedaan yang mendasar
juga terlihat dari cara memandang terhadap HAM
itu sendiri. Di Barat, perhatian kepada individu-individu timbul dari
pandangan-pandangan yang bersifat anthroposentris, sedangkan Islam, menganut
pandangan yang bersifat theosentris.
B. Saran
Sebagai makhluk sosial kita harus mampu mempertahankan
dan memperjuangkan HAM kita sendiri. Di samping itu kita juga harus bisa
menghormati dan menjaga HAM orang lain jangan sampai kita melakukan pelanggaran
HAM. Dan jangan sampai pula HAM kita dilanggar dan diinjak-injak oleh orang
lain.
Jadi dalam menjaga HAM kita harus mampu menyesuaikan
dan mengimbangi antara HAM kita dengan orang lain. Dan kita juga harus membantu
negara dalam mencari upaya untuk mengatasi atau menanggulangi adanya
pelanggaran-pelanggaran HAM yang ada di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA